Jakarta, 28 Mei 2020 – Corona virus disease 19 (Covid-19) yang muncul akhir tahun lalu di Wuhan, Cina, menyebar secara global hingga mengakibatkan pandemi berkelanjutan. Hingga hari ini sudah lebih dari 200 negara terpapar virus ini dan lebih dari 5,5 juta orang terinfeksi serta mengakibatkan kematian hampir 350 ribu orang. Dunia tergagap. Negara se adi daya Amerika Serikat pun kolaps dibuatnya. Alih-alih memperketat penyebaran virus, teori konspirasi justru banyak dimunculkan.
Tak hanya Amerika, Indonesia pun tergagap dengan serangan virus influensa dengan patogen jenis baru tersebut. Awalnya kita sangat percaya diri bahwa korona tak akan mampir di Indonesia. Minum empon-empon, limpahan matahari dan kebiasaan masyarakat di Indonesia membuat kita percaya bahwa kita kebal dengan korona.
Bahkan banyak pejabat mengeluarkan pernyataan yang menyepelekan bahaya penyakit ini. Salah seorang menteri mengatakan, izin yang berbelit-belit membuat virus enggan masuk Indonesia. Atau justru upaya pemerintah sendiri dengan memberikan diskon untuk kegiatan wisata di Nusantara pada awal tahun lalu. Kini, sudah lebih dari 20 ribu masyarakat terinfeksi, angka kematian pun masih tinggi.
Kegagapan menghadapi korona juga dialami Jakarta. Sebagai episentrum sejak masukknya korona di Indonesia hingga saat ini, Jakarta banyak berbenah, terutama dari aspek komunikasi kepada publik. Komunikasi kepada publik ini memegang peranan penting untuk memberikan edukasi tentang korona, bagaimana mencegah supaya tidak tertular, indikasi simtom, juga langkah-langkah yang sudah dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI Jakarta) untuk mengurangi laju penularan korona.
Kita tentu ingat kebijakan efek kejut yang pernah dikeluarkan Gubernur DKI Anies Baswedan. Transportasi massal yang mendadak dibatasi membuat antrian penumpang justru mengular tak berujung, social distancing terabaikan, rakyat marah.
“Tadi pagi kendaraan umum dibatasi secara ekstrem, apa sih tujuannya? Tujuannya, mengirimkan ‘pesan kejut’ kepada seluruh penduduk Jakarta bahwa kita berhadapan dengan kondisi ekstrem. Jadi, ketika orang antre panjang, ‘Oh iya COVID-19 itu bukan fenomena di WA (WhatsApp, red) yang jauh di sana. Ini ada di depan mata kita.’ Kalau kita tidak kirim pesan efek kejut, ini penduduk di kota ini masih tenang-tenang saja, yang tidak tenang ini siapa yang menyadari ini,” kata Anies dalam video rapat teknis percepatan penanganan COVID-19 yang disiarkan di channel YouTube Pemprov DKI Jakarta, Senin (16/3). Begitu penjelasan yang diberikan Anies Baswedan.
Pemerintah pusat pun memberikan reaksinya. Istana Kepresidenan menegaskan jangan sampai ada kebijakan yang tidak terukur di masa pandemi virus corona (Covid-19). Istana menyebut rakyat tidak ingin ada semacam kebijakan ‘efek kejut’.
“Dalam situasi pandemi COVID-19 sekarang, tak boleh ada kebijakan coba-coba yang tak terukur. Publik tak memerlukan kebijakan ‘efek kejut’, tapi kebijakan rasional dan terukur yang memadukan kepemimpinan organisasi, kepemimpinan operasional, dan kepemimpinan informasi terpusat sebagaimana yang ditunjukkan Presiden Joko Widodo sebagai sebagai ‘panglima perang’ melawan pandemi COVID-19,” kata Jubir Presiden Fadjroel Rachman lewat keterangan tertulis, Rabu (18/3/2020).
Begitulah komunikasi yang terjadi pada awal pandemi. Ketidaksinkronan menjadi pemandangan sehari-hari dan banyak pejabat yang menyampaikan pernyataan yang kontraproduktif.
Pembenahan komunikasi publik harus dilakukan. Pemprov DKI bekerja keras untuk memberikan informasi yang sederhana dan mudah dipahami masyarakat. Bisa dipahami, masyarakat yang panik dan gagap dengan musuh yang tak tampak ini, menelan semua informasi yang ada di ruang-ruang publik.
Sebagai organisasi Humas profesional, PERHUMAS terpanggil untuk menyumbangkan keahliannya membenahi komunikasi publik di Jakarta. Gayung pun bersambut. Digawangi oleh Dr. Emilia Bassar, Wakil Ketua Bidang Pelatihan & Keanggotaan BPP PERHUMAS, disusunlah tim kecil dari Badan Pengurus Pusat (BPP) PERHUMAS untuk mendukung kegiatan komunikasi Pemprov DKI. Tim terdiri dari Fardila Astari dari Bidang Riset dan Kompetensi BPP Perhumas, Emmy Kuswandari dari Bidang Pelatihan dan Keanggotaan, Diyan Yari dari Bidang Pengembangan Badan Pengurus Cabang, Dian Agustine dari Bidang Komunikasi dan Hubungan Antarlembaga, Akhmad Zulfikri dari Bidang Kerjasama Strategis, Reylando Eka Putra dari Bidang Pengembangan PERHUMAS Muda, dan Anggia Bahana Putri yang merupakan Executive Secretary di BPP Perhumas.
PERHUMAS memiliki tanggung jawab untuk turut serta membantu penanganan Covid-19. Kontribusi yang dilakukan bisa dalam bentuk apa saja, termasuk pemikiran, ide, rekrutmen relawan, maupun aksi nyata penggalangan dana. Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Umum BPP PERHUMAS Agung Laksamana.
“Sebagai organisasi profesi, PERHUMAS memiliki tanggung jawab untuk turut serta membantu penanganan Covid-19. Pada kesempatan ini, kami bersyukur dapat berkolaborasi dan membantu menyusun strategi komunikasi Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DKI Jakarta berkoordinasi dengan Diskominfotik DKI. Harapan kami, kerjasama ini dapat membantu Pemprov DKI dalam pengambilan keputusan percepatan penanganan Covid-19 di Jakarta,” jelas Agung Laksamana.
Pernyataan Agung tersebut diterjemahkan oleh tim PERHUMAS dalam detail strategi komunikasi yang kemudian disampaikan dalam usulan konten setiap minggunya.
“Adanya strategi komunikasi yang terstruktur dan terukur diharapkan dapat menggerakkan basis-basis komunitas terkecil di masyarakat untuk turut serta melakukan sosialisasi dan penyebaran informasi tentang penanganan Covid-19, melakukan kontrol dan gerakan sosial yang terarah, dan saling mendukung untuk mencegah penyebaran Covid-19,” jelas Emilia Bassar.
Strategi komunikasi yang dibangun juga bertujuan agar dapat memaparkan semua kebijakan dan tindakan yang diambil, menyampaikan informasi secara cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan persepsi yang beragam, dan menyampaikan pesan yang menunjukkan rasa peduli dan empati yang sungguh-sungguh dari pemerintah terhadap masyarakat, terutama masyarakat terdampak.
Tugas awal dari Tim 8 Covid-19 PERHUMAS adalah mengevaluasi semua kanal komunikasi yang dilakukan oleh Pemprov DKI, seperti website dan instagram. Temuan awal, misalnya, perlu dibenahinya hotline service, panduan gejala Covid-19, Q and A seputar korona, kontak darurat yang harus mudah dicari, peta dan data rumah sakit rujukan yang mudah diakses oleh masyarakat, dan lokasi tempat masyarakat bisa melakukan pemeriksaan secara mandiri. Tim 8 juga memperhatikan unggahan data di website dan kanal lain, infografis, layanan informasi untuk wartawan, penggunaan tagar, dan update informasi di newsroom.
Pekerjaan paling prinsip adalah, bagaimana membuat strategi komunikasi dengan turunannya membuat konten sesuai dengan strategi komunikasi yang sudah dibuat. Dengan strategi komunikasi yang jelas, target audience yang pasti, pengukuran terhadap keberhasilan komunikasi baru bisa dilakukan. Pada tahap akhir nantinya, evaluasi terhadap program ini mudah dilakukan, termasuk perbaikan-perbaikan atau bagian-bagian yang perlu untuk diperluas penyebaran komunikasinya.
Kerja pro-bono ini sebetulnya merupakan pekerjaan besar. Tim 8 ngebut mengerjakan tahap demi tahap untuk bisa segera memberikan bantuan nyata terhadap perbaikan komunikasi publik di Jakarta. Strategi komunikasi memegang peranan penting. Tetapi justru strategi komunikasi ini yang menjadi kelemahan tim komunikasi Pemprov DKI yang harus terus dibenahi. Di sinilah PERHUMAS konsen untuk memberikan kontribusi. (EK)