Jakarta, 10 Desember 2018 – Acara Konvensi Nasional Humas 2018 resmi dibuka pagi hari ini (10/12). Dalam acara tersebut, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Dra. Rosarita Niken Widiastuti, M.Si., mengajak para insan humas negara, yaitu seluruh masyarakat Indonesia, untuk “berbicara baik” sebagaimana semangat ini terus digaungkan oleh PERHUMAS selama ini, khusunya juga dalam acara Konvensi Humas Nasional 4.0.
Niken menjelaskan bahwa tantangan yang sedang dihadapi oleh Humas Pemerintah saat ini bukan hanya perkembangan teknologi informasi 4.0 atau digital 4.0, melainkan juga keterbukaan informasi, perkembangan masyarakat, mediamorfosis, dan era post truth. Maraknya hoax yang beredar mengakibatkan perubahan persepsi masyarakat. Mereka menjadi emosional tanpa menyelidiki informasi atau pesan tersebut lebih dalam. Rasa ketidakpercayaan terhadap pemimpin masyarakat pun muncul, dan ketika hal ini terjadi, ditemukan peluang bagi GPR, atau government public relations.
“Masyarakat yang mudah emosional ini perlu diedukasi melalui komunikasi publik dan endorsement oleh opinion leaders,” ungkap Niken.
Edukasi publik ini dapat dilakukan dengan dua cara: dialog langsung dan testimoni success story. Edukasi ini nantinya akan menghasilkan lingkungan informasi yang lebih dinamis.
Niken juga menjelaskan apa saja ciri-ciri hoax, bisnis dibalik hoax, serta tujuan dan dampak dari hoax tersebut. Hoax di media sosial, dalam keadaan ekstrem, dapat juga menciptakan perang, seperti kejadian Arab Spring kemarin yang menimpa negara-negara di Timur Tengah.
Acara KNH 2018 juga dimeriahkan oleh anggota-anggota humas pemerintah lainnya, termasuk Wianda Pusponegoro, Staf Khusus Kementerian BUMN.
Wianda menjelaskan bahwa Humas Kementerian BUMN menghadapi banyak tantangan, baik operasional maupun dari sisi pelanggan. Untuk menanggapi tantangan itu, konten atau sekedar informasi tidak cukup, diperlukan juga suatu koneksi dengan masyarakat. Konten yang dianggap lengkap belum tentu dapat diterima oleh masyarakat, apalagi jika pengemasan konten tersebut tidak dapat meng-engage masyarakat.
“The content is limitless, tergantung bagaimana kita mengemasnya. Video adalah salah satu cara yang efektif untuk mengemas konten,” ungkap Wianda.
Di sini Wianda menekankan pentingnya meng-engage publik secara real, khususnya kaum milenial. Alasan pertama, kaum milenial mencakup 60% di BUMN, dan mereka juga merupakan calon pemimpin. Hal kedua, adalah karena milenial BUMN tidak hanya menghasilkan profit, tetapi juga bersifat sebagai agen pembangunan.
Wianda juga meminta humas pemerintah untuk keluar dari comfort zone mereka. Humas hendaknya berani dalam memberikan input mereka, khususnya dalam keadaan krisis, dan melalui channel yang berbeda-beda, contohnya melalui channel digital. Channel digital bukan suatu hal yang menakutkan, tetapi sebuah kesempatan untuk menjual konten ke publik.
“Karena media selalu gigih untuk mencari berita, Humas tidak boleh kalah langah,” tegas Wianda.
Pandangan yang berbeda terhadap Humas 4.0 juga diberikan oleh Devy Suradji, Direktur Pemasaran dan Pelayanan PT. Angkasa Pura I, yang turut berbicara dalam acara tersebut. Menurut Devy, Humas 4.0. harus dilihat dari sudut pandang story telling. Bandara, misalnya, merupakan topik yang tidak terlalu menarik untuk dibahas. Tetapi, jika Humas membahas berbagai destinasi yang dapat diakses oleh bandara-bandara tersebut, maka akan lebih menarik perhatian masyarakat.
“Selain bicara baik, kita juga harus melayani dengan baik. Membangun bandara adalah membangun destinasi, sehingga orang tertarik untuk berkunjung dan ekonomi bisa berkembang,” jelas Devy.
Oleh karena itu, cara Humas berkomunikasi harus ditransformasi. Humas hendaknya menggunakan media sosial sebagai medium komunikasi untuk menyebarkan informasi dan menjawab pertanyaan dari publik.
Transformasi Humas Pemerintah, oleh karena itu, dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Seperti yang dibahas oleh Niken, Humas 4.0. dapat menjadi suatu peluang untuk mengedukasi publik. Wianda, di sisi lain menggangap bahwa transformasi akan terjadi jika humas dapat meng-engage dengan kaum milenial, dengan konten yang dikemas dengan baik. Sedangkan Devy menekankan pentingnya cara berkomunikasi dalam Humas 4.0, khususnya melalui storytelling.
Acara KNH 2018 akan berlangsung selama dua hari, dan akan mempunyai agenda diskusi peluang dan tantangan kehumasan di era revolusi industri 4.0.