Jakarta, 9 Juli 2020 – Dalam perjalanan karir seorang PR, memahami ruang lingkup kerja saja belum cukup. PR harus memahami berbagai aspek pendukung lain, salah satunya memahami pimpinan atau CEO di korporat mereka. Hadir dalam Webinar MEDIA ACADEMY edisi ke-11, Ketua Umum Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (PERHUMAS), Agung Laksamana, memberikan pandangannya terkait apa yang diinginkan CEO dari PR.
Dengan topik “What CEO Wants From PR”, para hadirin dalam webinar diajak untuk menelisik kembali ekspektasi dari CEO terhadap PR. “PR as the art and social science of analyzing trends, predicting their consequences, counseling organizational leaders, and implementing planned programs of action, which will serve both the organization and the public interest.” PR sebagai seni dan ilmu sosial untuk menganalisis tren, memprediksi konsekuensinya, memberi konseling kepada pemimpin organisasi, dan mengimplementasikan program aksi yang terencana, yang akan melayani organisasi dan kepentingan publik, ungkap Agung.
Sementara yang banyak orang pikir mengenai PR hanya pada Media Relations. Padahal yang sebenarnya PR lakukan lebih dari itu, PR juga melakukan Internal Communications, Content Marketing, Reputation Management, Crisis Communications, Public Affairs, Investor Relations, Executive Communications dan lain sebagainya.
Dengan kompleksitas pekerjaan PR itu sendiri, kesiapan seorang praktisi bagi Agung harus dibangun dari awal. Untuk menghadapi tantangan sebagai praktisi PR, Agung menyarankan agar mulai melatih skill set dan terus belajar. Karena jenjang karir dalam PR pasti bermula dari sebagai PR Technician, PR Manager, dan hingga PR Strategist.
“Ketika CEO berbicara tentang komunikasi, CEO menggambarkannya sebagai hasil, atau solusi untuk masalah kritis”, ungkap Agung. PR cenderung reaktif dan menunggu keputusan atau inisiatif CEO. PR mendahului pekerjaan mereka sebagai pemadam kebakaran, melakukan atau menerapkan aktivitas (taktis).
PR Harus memahami aspek lain dari bisnis dan pandangan holistik industri. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk melihat Gambar yang Lebih Besar. Mereka sering tidak memahami secara komprehensif aspek masalah sosial, politik, bisnis yang berdampak pada bisnis.
Menurut Agung, CEO melihat fungsi komunikasi korporat difokuskan pada tujuan-tujuan komunikasi, tidak terlihat sebagai memberikan kontribusi kepada Bottom Line. PR harus lebih fokus pada masalah dan hasil utama organisasi.
CEO & manajemen puncak merasa bahwa PR seharusnya tidak terlalu terobsesi dengan aktivitas & medianya sendiri. Kualitas yang sebenarnya dicari oleh seorang CEO adalah pola pikir, kemampuan untuk membuat koneksi, menangkap tren dan menerapkan apa yang terjadi di dunia untuk bisnis Anda sendiri.
“Dalam perspektif CEO, seorang PR harus memiliki perspektif global, mengetahui bisnis luar-dalam, pengukuran dengan resolusi tinggi, fokus terhadap komunikasi internal, menguasai saluran komunikasi baru, dan respons cepat terhadap perubahan.” ujar Agung.
Ekspektasi terhadap PR ini juga senada diungkapkan Presiden Joko Widodo, menurut Agung. Sebagai seorang pemimpin, Presiden mengharapkan Humas untuk memiliki pola pikir global, agenda setting atau narasi tunggal, mendorong keterlibatan publik, proaktif dalam berkomunikasi, transparan, cepat & akurat dalam menyampaikan informasi, dan kolaboratif tidak memiliki ego sektoral.
Dasarnya seluruh CEO memiliki ekspektasi yang hampir serupa. Apa yang harus dilakukan untuk memenuhi ekspektasi CEO?
Pertama, Know Your CEO. “Yang harus dilakukan adalah kenali CEO Anda,” ucap Agung. Praktisi harus memahami pimpinannya, baik latar belakangnya, hingga gaya komunikasinya.
Kedua, Know Your Business Well. PR harus bicara bisnis, pelajari bagaimana bisnis korporat untuk menyelaraskan bahasa PR dengan ekspektasi CEO. Hingga kegiatan PR dapat berdampak pada apa yang menjadi expektasi CEO.
Ketiga, Solid Communication Skills. Kita harus paham landscape media saat ini dan kompleksitasnya. Saat ini PR tidak hanya sebagai produser dari konten, tapi juga sebagai publisher untuk kontennya. Hingga PR juga harus berpikir sebagai seorang jurnalis ataupun media itu sendiri untuk dapat membuat konten.
Keempat, Business Acumen & Analytic. PR harus memiliki ketajaman dalam bisnis dan analisis. Semua kegiatan komunikasi harus dapat diterjemahkan menjadi dampaknya terhadap organisasi. Baik dampaknya terhadap pangsa pasar, pendapatan, harga saham, retensi pelanggan, retensi karyawan, izin untuk beroperasi, hasil & keluaran, dan perubahan perilaku.
Kelima, Strong People Skill. PR memiliki orientasi terhadap hubungan baik. Hubungan baik terhadap berbagai pemangku kepentingan, baik secara internal maupun eksternal. Karena dasar Public Relations itu sendiri adalah Relations atau hubungan baik. (FA)