Jakarta, 21 April 2020 – Inilah realitas saat ini! Virus corona telah mempengaruhi setiap aspek kehidupan. Kita berada di masa yang tidak pasti (uncertainty). Terminologi “Business as usual” tidak berlaku dan direalisasikan dengan mudah.
Kita amati, campaign atau tren yang heboh dua bulan lalu, sudah tidak relevan lagi sekarang. Termasuk, beragam global event seperti Dubai Expo dan Olympic 2020 harus ditunda. Terlebih lagi ketika kita membaca dampak situasi ekonomi saat ini. Tendensi terbesar dalam situasi ini, aktivitas public relations (PR) bisa jadi advertising dan marketing akan tiarap. Seorang chief executive officer (CEO) berkata kepada saya, “this is now the new normal, Gung! Be prepared!”
Anda pernah mendengar kata Weiji! Dalam bahasa Cina memiliki arti krisis! Namun karakter kata Weiji juga ini memiliki dua arti yaitu krisis dan peluang (opportunity).
Jasmerah kata Bung Karno! Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah. Jika kita kilas balik ke krisis global 2008 lalu. sejarah juga menunjukkan bahwa beberapa global brand justru hadir berkembang sewaktu krisis, seperti WhatsApp, Airbnb, Dropbox, dan Square.
Dalam opini saya, mari kita lihat ini dari perspektif peluang! Inilah saat yang tepat untuk berkomunikasi lebih aktif dengan stakeholders, konsumen dan target audiens Anda. Covid-19 adalah sesuatu yang tidak dapat kita kontrol. Oleh karena itu, PR harus fokus pada hal-hal yang dapat kita kontrol.
Berita baiknya, penelitian Kantar baru-baru ini menunjukkan bahwa terjadi 70% peningkatan di web browser dan peningkatan 61% penggunaan media sosial sejak pandemi Covid-19. Artinya audiens Anda lebih aktif digital daripada sebelumnya. Ini adalah peluang!
Bahkan ada sebuah studi ungkapkan bahwa 77% konsumen mengharapkan agar brand memberi atensi lebih dari segi konten selama pandemi ini. Artinya, ini momentum untuk mempertahankan dan meningkatkan reputasi brand dan organisasi Anda, bukan?.
Yes! PR sedang berada dalam sebuah teritori dan zona baru! Era physical distancing dan the new normal!
Pertanyaannya adalah, apa strategi PR yang relevan kepada stakeholders Anda selama pandemi ini? Bagaimana positioning organisasi dan brand Anda agar lebih baik?
Di Era physical distancing ini, PR perlu mengubah fokus dan segera beradaptasi. Yang tidak bisa dihindari adalah PR harus memaksmalkan waktu, bujet, revisi konten serta eksplorasi channel platform baru dalam kondisi ini.
Saya coba memberikan sedikit perspektif.
Be Visible!
PR harus tetap eksis. Be Visible! Be Presence! Mengapa? Konsumsi media dan berita online sedang naik. Menurut studi ComScore, konsumsi berita meningkat luar biasa 61% pada minggu 16-22 Maret dan saya yakin lebih tinggi lagi saat ini.
Teruskan investasi PR termasuk media relations dan digital. Inilah aset penting PR saat ini. Tentu saja, PR harus memiliki konten cerita yang relevan dan peka terhadap situasi saat ini. PR perlu pertimbangkan untuk meningkatkan anggaran amplifikasi digital agar jangkauan konten mereka bisa lebih luas lagi. Hal ini tentu saja agar visibilitas brand Anda tetap relevan!
Sekalipun dalam masa karantina dan physical distancing! Audiens Anda tetap butuh informasi tentang brand Anda. Dan para jurnalis pun tetap butuh berita selain Covid-19 kepada audiens mereka.
Digital Presence
Saat ini, kehadiran digital Anda lebih penting dari sebelumnya! Dalam kondisi sekarang, kita semua menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial. Juga perlu dicatat ada lebih dari 350 juta handphone di Indonesia sementara penduduk kita hanya 265 juta. Artinya, akses akan lebih banyak lewat digital. Yang juga menarik, sebuah survei menunjukkan terjadi peningkatan dalam campaign melalui Instagram dan TikTok dari Februari hingga Maret.
Creative Story Telling
Yes, stories sell! PR harus lebih jeli dan kreatif dalam membuat konten. PR juga harus sadar bahwa saat ini bukan saatnya untuk hard sell di media sosial.
Ada sebuah eksperimen menarik. Sekitar tahun 2009, jurnalis Rob Walker dan penulis Josh Glenn melakukan eksperimen. Mereka membeli 100 barang bekas dari garage sales seperti kendi kelereng, termometer daging, palu kayu, mainan kuda, dll. Harga barang bekas tersebut rata-rata US$1,29 atau sekitar Rp20.000 per satuannya.
Lalu, mereka jual di e-Bay. Namun, mereka tulis cerita fiksi pendek tentang setiap gambar barang bekas tersebut agar terlihat unik. Apa yang terjadi? Semua 100 barang bekas tersebut laku terjual. Total harga dari semua barang bekas tersebut adalah US$128,74 atau sekitar Rp2 juta. Namun, semua laku dengan harga total US$3.612,51 atau sekitar Rp60 juta. Ada profit sampai 2.800%! Luar biasa! Intinya, stories sell! Dan, konsumen bersedia membayar lebih untuk sesuatu yang datang dengan cerita yang bagus.
Konten apa yang bisa PR eksplorasi saat ini? Bisa jadi aspek filantropi yang bernada empati. Misalnya tentang para Heroes, orang-orang yang membantu pada garda terdepan dalam melawan Covid-19. Tematik termasuk Ramadan dan Idul Fitri, aspek kesehatan termasuk tips dan trik hidup sehat dan olah raga, hobi baru selama #stayatHome dan WFH (Work from Home). Intinya konten dengan tema Spirit of Optimism!
Anda pernah mendengar istilah social selling? Sewaktu lock-down di China, video konten dari bisnis-bisnis kecil seperti restoran booming dan viral melalui video streaming. Bahkan petani menunjukkan produk yang mereka miliki dan orang-orang membelinya secara online, secara real time. Ini bisa menjadi inspirasi bagi kita. Konten-konten ini melalui strategi PR yang kreatif bisa tunjukkan eksistensi dan kepedulian sebuah brand di mata audiensnya.
Pada akhirnya, praktisi PR harus sadar bahwa strategi PR adalah maraton, bukan sprint. Yang saya ketahui, membangun reputasi dan visibilitas sebuah organisasi dan brand melalui PR butuh dedikasi dan ketekunan. PR harus memiliki strategi jangka panjang. Strategi lari maraton mengharuskan nafas dan stamina PR yang kuat.
Yang perlu ditambahkan lagi, dalam masa physical distancing ini, PR harus tetap positif dan optimistis.
Agung Laksamana, M.Sc., MCIPR, Hon. FAPR
Ketua Umum PERHUMAS