“There is nothing permanent except change.” – Heraclitus
Selamat datang Era Normalitas Baru!
Pada tahun 1984, ada sebuah artikel di Harvard Crimson menggunakan judul menarik yaitu, “Adopt, Adapt, Adept.” Ternyata ini adalah sebuah slogan bangsa Jepang yang sejak dahulu telah mereka gunakan. Gagasan di balik motto ini adalah industri Jepang untuk mengirim para insinyur mereka untuk mempelajari standar industri serta mencari tahu siapa yang ‘the best” di bidang apa saja dinegara lain. Ketika kembali, mereka akan menjadi insinyur yang terbaik bagi Jepang. Hal ini terbukti! Jepang unggul dan sangat maju di era-80an bahkan hingga sekarang.
Dalam konteks Normalitas baru ini, spirit Adopt, Adapt dan Adept dalam opini saya semakin relevan bagi Humas.
Setelah banyak negara, termasuk Indonesia, melonggarkan pembatasan ekonomi dan sosial mereka karena pandemi Covid-19, pembahasan publik fokus pada tataran “New Normal” (normalitas baru). Ada semangat optimisme disitu, sekalipun ada kehati-hatian.
Selama dunia belum menemukan vaksin untuk Covid-19, bisa jadi kita harus hidup dengan Normalitas baru ini dalam kurun waktu lama. Selama dunia bisnis terus berevolusi, kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan menjadi indikator profesionalisme Humas. Opsi Humas adalah beradaptasi. Yang berarti praktisi Humas harus memiliki cara baru untuk menjalani kehidupan, pekerjaan, berinteraksi serta berkomunikasi.
Apa yang akan menjadi Normalitas baru bagi kita?
Pemeriksaan suhu akan dilakukan di mana-mana. Mengenakan masker adalah mandatori, bahkan kita merasa jauh lebih aman secara psikologis ketika mengenakan masker jika keluar rumah.
Perusahaan dan klien meminta kita untuk bekerja dari rumah dan melakukan pertemuan virtual lebih banyak dari sebelumnya.
Trend E-bisnis seperti video on demand, pemesanan makanan dan belanja online semakin tinggi.
Sekolah mengurangi kelas dan proses belajar via online. Restoran tidak lagi menerima pengunjung dengan jumlah yang sama, karena persyaratan jarak sosial. Kegiatan memasak lebih sering dirumah dan selalu menjaga jarak 1 meter agar merasa aman.
Bioskop dan airlines diberi batasan kursi, demikian juga transportasi umum seperti bus, kereta api dan MRT. Konser Live dan pertandingan olahraga dibatalkan atau tunda tanpa batas waktu.
Kondisi Normalitas Baru ini memaksa perubahan! Karena sulit kita kembali ke kondisi semula.
ADOPT
Semua serba digital. Adopt kata kerja yang berarti mulai menggunakan sesuatu atau mengadopsi. Normalitas baru memaksa Humas meng-adopsi perubahan inovasi tekhnologi.
Data Global-Webindex Januari 2020 lalu tunjukan ada 160 juta pengguna aktif medsos diIndonesia dari 175 juta pengguna internet di Indonesia. Total penduduk kita sendiri 273 juta saat ini. Data ini tunjukan bahwa Youtube digunakan terbanyak dengan 140 juta, kemudian Whatapp (134 juta), facebook (131 juta), Instagram (126 juta), Twitter (89 juta), Line (80 juta), Facebook messenger (80 juta), Linkedin (56 juta), Pinterest (54 juta) dan Wechat (46 juta).
Humas harus paham semua platform channel diatas. Sejak pandemi ini hampir semua Brand bisa jadi korporasi putuskan untuk berinvestasi lebih besar dalam pemasaran digital karena di situlah sebagian besar konsumen berada.
Humas pun demikian. Banyak Korporasi dan brand menaruh minat lebih besar mengirimkan konten via digital platform dengan biaya lebih rendah daripada sebelum normalitas baru. Kuncinya ada di konten dan komunikasi. Mengetahui kapan, di mana, platform channel dan bagaimana berkomunikasi sangat penting. Ini peluang besar bagi Humas untuk berubah strategi tersebut.
ADAPT
Adapt adalah kata kerja yang berarti berubah untuk situasi atau tujuan baru. Adaptasi, menyesuaikan dengan hal dan cara-cara baru atas apa yang telah kita adopsi.
Pada tahun 1995, Clayton Chistensen, seorang professor dari Harvard menuliskan konsep Disrupsi pertama kali. Beliau gunakan kata disrupsi untuk menggambarkan bagaimana para new comers memberikan solusi permasalahan industri bukan dari perspektif market leaders tetapi mereka kembangkan bisnis model-proses yang sepenuhnya baru. Para new comers itu beradaptasi dan berInovasi dan tentu saja mendisrupsi market.
Di era Normalitas baru, Teknologi dan platform digital memicu kreativitas sehingga menantang Humas untuk mencari solusi baru, merintis jalan baru, cara kerja baru, menyediakan produk-layanan dengan cara baru, agar ada diferensiasi bagi brand dan korporasinya.
Dengan mengadopsi teknologi, kualitas konten positif, inspiratif, kreatif dan edukatif serta memahami segmentasi target audiens menjadi aspek penting Humas. Oleh karenanya, agar cepat beradaptasi, Humas butuh lebih banyak talenta sektor komunikasi berbasis digital saat ini. Yang pasti, Humas tidak bisa gunakan solusi – One Size fits all- dalam di era normalitas baru.
ADEPT
Adept sebagai kata sifat memiliki arti menjadi trampil, ahli atau mahir dalam bidangnya.
Alvin Toffler, seorang Futuris, pernah katakan bahwa,“mereka yang disebut buta huruf (illiterate) di abad ke-21 bukanlah orang-orang yang tidak bisa membaca dan menulis, namun mereka yang tidak bisa belajar (learn), menanggalkan pelajaran sebelumnya (un-learn), dan belajar kembali (re-learn).”
Normalitas baru ini menjadikan Humas untuk Un-learn dan belajar lagi (re-learn). Setelah mengadopsi dan beradaptasi, Humas perlu ber-investasi di Knowledge. Agar adept menjadi ahli, luangkan waktu untuk membangun fondasi skill set yang kuat, belajar kembali, menambah skill set baru, membaca buku agar menjadi Humas yang profesional di Era Normalitas Baru ini!
Saatnya, Humas meng-Adopsi lingkungan baru untuk bergerak maju, ber-Adaptasi dengan New Strategy serta semakin Ahli (Adept) dan kreatif agar brand dan bisnis mereka bisa terus Sustainable!
Adopt, Adapt, Adept! adalah Mantra Humas di Era Normalitas Baru.
Oleh:
Agung Laksamana, M.Sc., MCIPR, Hon. FAPR
Ketua Umum PERHUMAS