News

Karir Perempuan di Dunia PR

Jakarta, 21 April 2021 – Bulan April merupakan bulan paling istimewa untuk seluruh perempuan di Indonesia, karena bertepatan dengan hari R.A Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April. Turut menyuarakan semangat Kartini, PERHUMAS Live menghadirkan diskusi menarik tentang Karir Perempuan di dunia PR bersama Dr. Nia Sarinastiti, Dewan Pakar PERHUMAS.

Bagi Nia arti perempuan merupakan fungsi ganda yang tidak hanya di dapur, tetapi memiliki peran untuk keluarganya dan juga sosialnya. Karena perempuan tidak kalah tangguh dibandingan dengan laki-laki juga. Jadi jika ada asumsi bahwa wanita tidak pantas bekerja dan hanya cocok di dapur saja, beliau berkata bahwa kita mempunyai pilihan apakah kita mau menjalankan pekerjaan dan berumah tangga atau berumah tangga saja.

Nia juga bercerita bahwa beliau ingin sukses dalam karirnya tetapi tidak hancur dalam berumah tangga, oleh karena itu dia mempunyai tanggung jawab untuk menjalankan keduanya, dan konsistensi dengan pilihan itu penting.

Menurut beliau cara menikmati pekerjaan di dunia PR adalah dengan menikmatinya. Jika ada seseorang yang tidak menikmati dunia pekerjaan, maka orang itu akan merasa tertekan.

Banyak orang yang mengatakan jika ingin menjadi perempuan yang bekerja di dunia PR, harus terlihat cantik. Tetapi menurutnya hal tersebut ambigu, dimana cantik yang dimaksud bukanlah harus berdandan cantik, kurus, tinggi, tetapi cantik yang di maksud adalah rapih dalam berpenampilan seperti baju yang sesuai, rambut yang tertata rapih. Tidak hanya itu beliau juga menyampaikan bahwa modal perempuan di PR itu bukan hanya penampilan tetapi pengetahuan dan wawasan yang luas.

Banyak anggapan yang mengatakan bahwa kaum perempuan tidak cocok berada di dunia PR dibandingan kaum pria, tetapi menurut beliau perempuan seharusnya tidak menutup kesempatan untuk menjadi PR karena pada dasarnya seorang PR harus bisa melalukan analisis dan sintetis dari pesan-pesan yang harusnya disampaikannya.

Berdasarkan pengalaman beliau di dunia PR, Ketika dihadapkan dengan konflik stakeholders, banyak masyarakat beranggapan bahwa perempuan lebih di-respect, berbeda dengan kaum laki-laki. Karena perempuan dianggap lebih menghargai. Dan terkadang perempuan dianggap tidak mampu berhadapan dengan isu seperti pertambangan atau pekerjaan di lapangan. Maka dari itu sebagai perempuan harus menunjukan kemampuan fleksibelnya dan bisa menyesuaikan dengan pekerjaan yang dihadapinya.