News

Humas vs Algoritma Digital: Tantangan Nyata Praktisi Komunikasi di Era Dominasi AI

Jakarta, 30 Juli 2024 – Dunia kehumasan mengalami transformasi yang signifikan di era digital. Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) menjadi salah satu kekuatan utama di balik evolusi ini, menghadirkan peluang baru dan tantangan yang tak terbayangkan sebelumnya.

AI tak hanya menjadi alat bantu, tetapi juga menghadirkan perdebatan mengenai efeknya terhadap industri dan praktisi komunikasi, termasuk profesional Public Relations (PR). Tak sedikit yang menilai AI akan semakin mengancam profesi PR. Di sisi lain, ada pula yang menganggapnya membawa manfaat untuk memudahkan pekerjaan praktisi komunikasi.

Ismail Fahmi, Founder Drone Emprit, menilai AI berperan penting dalam menyebarkan pesan publik secara lebih luas. Meski begitu, kehadiran AI tidak lantas menggerus pekerjaan yang dilakukan manusia, termasuk di sektor kehumasan.

“Yang hilang dari adanya kecerdasan buatan bukan kita (manusia) digantikan oleh AI, tapi  ketika kita digantikan oleh manusia lainnya yang menggunakan AI. Humas tidak langsung kalah oleh AI, tapi akan kalah oleh Humas lain yang mampu memanfaatkan teknologi AI,” kata Ismail Fahmi.

Ismail menambahkan, AI saat ini menciptakan algoritma yang dapat mengatur apa saja informasi yang diterima masyarakat. AI pandai mempelajari apa yang disukai publik sehingga memunculkan polarisasi antara publik yang pro dan kontra terhadap suatu isu.

Seorang praktisi kehumasan harus bisa memahami algoritma sebelum memanfaatkan platform digital untuk menyebarkan informasi publik. Algoritma yang bekerja dalam platform digital berbeda-beda. Menurut Ismail, algoritma adalah faktor penting yang menarik audiens dunia maya.

Hasil analisis Drone Emprit membuktikan bahwa tingginya polarisasi di internet mampu mengubah persepsi warganet, yang mulanya kontra menjadi setuju maupun sebaliknya. Oleh karena itu, kecerdasan buatan yang bekerja di balik algoritma digital adalah kekuatan baru bagi para praktisi kehumasan.

Seorang profesional bidang Humas, Finky Santika, Head of Media and Digital Taman Safari Indonesia Group, merasakan kehadiran AI telah banyak mengubah cara kerja Humas. Pihaknya pun berusaha untuk menggunakan teknologi untuk bisa lebih dekat dan terlibat dengan publik, salah satunya mengembangkan WhatsApp GPT sebagai pusat informasi bagi pengunjung di Taman Safari yang telah menggantikan leaflet peta dan customer service.

Finky mengatakan, WhatsApp GPT memudahkan pekerjaannya untuk memberikan informasi kepada pengunjung. Pengunjung dapat mengetahui lokasi dan jadwal pertunjukan dengan cepat dan mudah di Taman Safari.

Meski sudah ada teknologi tersebut, Finky juga punya cara tersendiri dalam berkomunikasi dan mengampanyekan produk Taman Safari kepada masyarakat. Menurutnya, membangun kedekatan dengan pengunjung melalui community engagement sangat penting meskipun interaksi masyarakat telah banyak dipengaruhi oleh AI.

Praktisi kehumasan perlu melibatkan masyarakat dalam kampanye organisasinya. Menurut pengalaman Finky, publik dapat berperan sebagai key opinion leader yang mampu mempengaruhi cara kerja algoritma digital. Dalam konteks Taman Safari, semakin banyak momen yang dibagikan oleh pengunjung, akan menciptakan algoritma tersendiri yang bermanfaat bagi pihaknya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Kampanye Kehumasan Perhumas sekaligus Head of Corporate CommunicationAPR, Djarot Handoko, mengingatkan pentingnya etika bagi praktisi kehumasan meskipun memanfaatkan AI dalam bekerja.

Djarot mengutip sebuah studi yang dilakukan Profesor David Tan dari National University of Singapore, menyebutkan bahwa inti dari revolusi teknologi adalah hak cipta atau copyright dalam menggunakan AI. Masih menjadi perdebatan apakah hak cipta diberikan kepada manusia sang kreator atau kepada AI yang dimanfaatkannya.

Menjawab persoalan itu, Djarot menegaskan pentingnya sentuhan manusia meskipun praktisi Humas menggunakan AI. Kehadiran AI diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, bukan untuk menurunkan performa alami manusia dalam bekerja. Djarot mengajak agar praktisi kehumasan mempertahankan identitasnya di tengah dominasi AI.

“Hati-hati dalam menggunakan AI, tetap harus ada unsur human-nya. Jangan sampai kita mengikuti hanya mereka (AI), kita harus tetap punya identitas,” kata Djarot.

Good News From Indonesia (GNFI) berkolaborasi dengan Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) membahas isu ini dalam diskusi bertajuk “PR vs Algoritma  Digital” di Pingoo Restaurant, Jakarta Barat, Selasa (30/7/2024).

“Kerja sama GNFI dan Perhumas ini harapannya dapat dimanfaatkan oleh para praktisi, akademisi, hingga mahasiswa untuk berdiskusi secara langsung terkait tantangan-tangan bidang komunikasi, terutama Humas di tengah perkembangan sosial dan teknologi yang semakin dinamis,” ujar Ketua Umum Perhumas Boy Kelana Soebroto, dalam sambutan membuka acara tersebut.

Sejalan dengan itu, CEO GNFI Wahyu Aji menyebutkan bahwa komunikasi bukan hanya  penting bagi praktisi komunikasi atau Humas saja. Menurutnya, substansi dan dampak dari komunikasi sangat berpengaruh bagi kepentingan publik secara luas sehingga siapa pun hendaknya peduli tentang hal ini.  (frd)

***

Informasi lebih lanjut:

Anggia Bahana Putri

Executive Secretary PERHUMAS

Email : sekretariat@perhumas.or.id

Mobile : +62 818-0888-0201