Jakarta, 31 Maret 2021 – Diskusi dalam format PERHUMAS Live kembali mengundang narasumber menarik. Ketua Umum PERHUMAS, Agung Laksamana, membahas tentang buku terbarunya “Adapt or Die”, pada episode ke-7. Buku yang menarik minat pembaca kalangan humas ini dikupas kembali.
Agung Laksamana menjelaskan mengapa judul buku terbarunya berjudul “Adapt or Die”, karena menurut beliau 2 tahun belakangan ini telah terjadi perkembangan di dunia komunikasi seperti digitalisasi hingga robotik. Sebuah tantangan untuk seorang praktisi PR peduli atau tidak dengan perkembangan digital saat ini seperti trending digital, dan sebagai seorang PR harus memaksimalkan perubahan-perubahan di dunia platform, agar bisa beradaptasi untuk membuat konten-konten yang relevan baik di organisasi, pemerintahan atau pun marketing PR.
Beradaptasi untuk seorang PR menjadi pilihan ataukah keharusan? Tantangan ini harus cepat dijawab dengan melihat perubahan-perubahan. Untuk para mahasiswa PR dan PERHUMAS Muda contohnya Globalitas. Nyatanya para mahasiswa dikampus hanya mendapatkan berupa teoritis saja, oleh karna itu jika kita tidak melihat perubahan-perubahan kita akan merasa bahwa dengan teoritis saja kita bisa membuat konten-konten dan project yang relevan, sehingga menghasilkan peran dan fungsi project yang telah dibuat dan bisa diaplikasikan. Namun pada nyatanya perubahan itu diperlukan dan sudah menjadi keharusan untuk dilihat.
Pada buku terbarunya tersebut alasan mengapa Agung Laksamana menggunakan metode Storytelling dalam penulisannya, yaitu StoryTelling di dunia PR itu bagaikan ‘Gold’. Kita harus tahu bagaimana cara mengemas agar lebih menarik pembacanya, karena penulisan tidak selalu tentang fakta, walaupun ada fakta dari data informasi tetapi dengan menambahkan infografik sehingga narasi-narasinya akan terlihat menarik. Beliau juga selalu mencoba berbagai cara bagaimana membuat konten berupa storytelling, walaupun sulit tetapi harus di lakukan.
“A Whole New World” – Aladdin
Selanjutnya dengan judul buku terbarunya ini “Adapt or Die” Agung Laksamana berpesan untuk beradaptasi, karena jika tidak beradaptasi dengan perubahan yang sangat cepat ini beliau yakin orang akan punah, sehingga orang mudah mengakui pekerjaan kita, seperti Marketing bisa mengakui pekerjaan seorang PR, atau seorang Digital bisa pekerjaan PR hingga semua orang bisa mengakui pekerjaan orang lain. Jadi harus adanya perbedaan karna PR menjadi fungsi strategis dalam organisasi atau perusahaan.
Agung menekankan bahwa semua profesi membutuhkan adaptasi terhadap perubahan-perubahan yang ada. Bahkan menurut survei yang terjadi di Amerika dengan pertanyaan “apakah keluarga Anda tau apa yang Anda kerjakan sebagai PR?” ternyata 72% keluarga praktisi PR malah tidak mengetahui PR itu sendiri. Ini merupakan PR bersama untuk memperkenalkan PR secara lebih luas lagi.
Pada situasi Covid-19 ini, banyak sektor yang terkena dampak, seperti Pendidikan, industri, hingga ekonomi, cara PR menghadapi situasi tersebut adalah dengan kelincahan dan kreativitasnya. “Karena dengan kelincahan kita bisa mempercepat cara untuk beradaptasi disituasi saat ini, dan manusia mempunyai emosional dan kreatifitas. Dengan kreatif kita bisa memikirkan bagaimana caranya agar pangsa pasar kita tidak lari seperti konten, strategi yang cocok untuk situasi saat ini agar audiens bisa menikmati, sebab kreatif menjadi solusi untuk keluar dari sebuah masalah.” tutur Agung Laksamana.
“Creativity is Connecting the Dots” – Steve Jobs.
Agung memberikan cara bagaimana menjadi seorang PR yang lincah dan kreatif, yaitu dengan observasi dan membaca semua, tidak hanya bidang komunikasi saja, tetapi seluruh bidang. Selanjutnya Agung menyimpulkan ada 3 kata yang diperlukan untuk semua profesi termaksud PR, yaitu “Adopt, Adapt, Adept”.