Bandung, 15 Oktober 2020 – Sebagaimana diketahui, Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (PERHUMAS) akan menggelar Konvensi Nasional Humas 2020 (KNH20) pada pada 4-5 Desember 2020 mendatang, dengan mengusung tema Adaptif, Inovatif, dan Kolaboratif.
Acara tersebut bertujuan untuk mendorong peran humas yang lebih strategis dalam membantu seluruh stakeholder nasional terutama dalam upaya mengatasi pandemi COVID-19 serta sebagai bentuk nyata dukungan Perhumas kepada pemerintah dalam penanggulangan pandemi COVID-19.
Kegiatan Menuju KNH20, Perhumas BPC Bandung telah menetapkan 10 Program Webinar yang akan digelar virtual menghadirkan berbagai narasumber handal dan kompeten. Demikian diungkapkan Ketua Perhumas BPC Bandung N. Nurlaela Arief saat membuka yang juga sebagai pembicara pada acara webinar perdana Menuju KNH20, Jum’at (16/10/2020), dengan tema Dari Bandung Menuju KNH20: Communicating & Promoting Digital Economy with Bank Indonesia.
Acara yang diikuti oleh peserta hingga mencapai 280 orang ini, berasal dari Mahasiswa/Perhumas Muda serta masyarakat di seluruh tanah air, dipandu oleh Moderator Shereina Sarah Ayumi yang juga Ketua Perhumas Muda BPC Bandung.
Pramudya Wicaksana, Manajer Fungsi Implementasi Kebijakan Sistim Pembayaran KPwBI Jawa Barat, mengungkapkan bahwa tren perkembangan transaksi digital di masa pandemic Covid-19 masih cukup tinggi.
“Tren digitalisasi perkembangan transaksi digital ditengah pandemic covid-19, tercatat bahwa transaksi uang elektronik dan digital banking masih cukup tinggi, hal ini mencerminkan perilaku masyarakat yang mulai beradaptasi dengan kebiasaan baru,” ungkapnya.
Dikatakan Pramudya, di tengah pandemi Covid-19 ini Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan di bidang sistim pembayaran.
“Selama pandemi covid-19 Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan sistim pembayaran baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kebijakan pertama adalah menjamin kelancaran sistim pembayaran tunai maupun non tunai. Kedua memfasilitasi transaksi UMKM melalui perpanjangan masa berlaku MDR QRIS menjadi 0% serta mendorong akseptasi dan inovasi bisnis model QRIS untuk UMKM, dan Kebijakan ketiga, akselerasi ekonomi dan keuangan digital melalui BSPI 2025,” tegasnya.
Sementara itu pembicara kedua, Dhery Rachman, Government Relation Lead OVO (PT Visionet International), Taralite Director, menyampaikan bahwa lebih dari 70% populasi orang dewadi asia tenggara memiliki akses terbatas ke layanan keuangan.
“Kondisi layanan keuangan di Indonesia, mencatat, 92 juta orang di Indonesia tidak memiliki akses ke layanan keuangan. Hanya 23% penduduk Indonesia yang memiliki akses keuangan , salah satu yang terendah di asia tenggara,” tuturnya.
Dhery juga mengungkapkan, Ironinya mengingat saat ini Indonesia adalah Negara ekonomi terbesar di kawasan.
“Berdasarkan landskap digital di Indonesia lebih dari 171 juta atau 65% dari total populasi di Indonesia telah terhubung internet pada 2018. Sebaran tersebut meliputi 21% di sumatera, 55% di Jawa, 9% di Kalimantan, 5% di Bali dan Nusra, 10% di Sulawesi, Maluku dan papua,” jelasnya.
Ditambahkan Dhery, bahwa saat ini OVO hadir secara offline dan online di lebih dari 300 Kabupaten dan kota di Indonesia.
“OVO sejak berdiri pada 2017, telah menjadi layanan pembayaran digital terdepan di Indonesia, yang menyediakan platform all-in-one untuk semua kebutuhan pembayaran di Indonesia, mulai dari e-payment, e-loyalty dan e-Financial Services,” tambahnya.
Bertindak pembicara terakhir Dr. N. Nurlaela Arief, MBA, Ketua Perhumas BPC Bandung Jawa Barat, yang juga pemerhati teknologi informasi dan Big Data, menyoroti dan mengingatkan generasi muda serta masyarakat agar lebih smart dan cerdas dalam menjaga keamanan data pribadi.
“Ditengah tantangan bisnis yang cepat berubah, penggunaan data privacy banyak dilakukan,” ungkapnya.
Lala mencontohkan penggunaan data di era digital economi ini, harus menjadi konsen kita bersama.
Lala yang juga menjabat sebagai Direktur Komunikasi dan Hubungan Alumni SBM ITB dan Dosen Tetap SBM ITB mencontohkan, perjalanan dari Bandung ke Jakarta dengan menggunakan kereta api, berapa kali penggunaan data pribadi dilakukan.
“Pertama pada saat kita memesan tiket kereta api, lalu pada saat naik kereta api (scan tiket), pada saat turun di stasiun pesan kopi di café pakai OVO, berlanjut pesan mobil online, hingga masuk hotel semuanya data kita terekam,”ungkap Lala.
Diungkapkan Lala bahwa hal tersebut menjadi konsen digital economy, dan diperlukan kesadaran dari semua.
“Data kita berlimpah dimana-mana, yang mungkin nomor handphone sudah tidak lagi menjadi hal yang utama. Hal ini harus menjadi konsen bagi generasi muda dan masyarakat Indonesia untuk lebih smart dan cerdas menjaga dan mem-protect keamanan data privacy tersebut,” ungkapnya.
Ditambahkan Lala, Terkait adaptasi strategi komunikasi diperlukan adanya analisa baik internal maupun eksternal.
“Adaptasi strategi komunikasi secara internal diperlukan adanya analisa siapa audiens kita, penyiapan konten hingga siap dan cepat. Sedangkan disisi eksternal kita juga harus dapat menghasilkan konten yang empati, yang dapat menginspirasi dan serta kreatif,” pungkas Lala. Sumber: beritainspiratif.com