Banyak aksi yang bisa memberikan dampak sosial kepada masyarakat, namun bagaimana agar dampak tersebut bisa berkelanjutan? Topik itu menjadi bahasan dalam GoodTalk Off-air bertajuk Beyond Campaign: Creating Real and Sustainable Impact yang digelar di Topgolf Jakarta, Cilandak, Jumat (24/1/2025).
Dalam acara yang terselenggara lewat Good News From Indonesia (GNFI) dengan Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) dan didukung oleh Astra tersebut, hadir tiga narasumber yang berbagi gagasan, pandangan, dan pengalaman mengenai bagaimana membuat aksi agar bisa berdampak secara berkelanjutan. Ketiganya yakni Praktisi CSR, Sustainability, Ketua Relawan Bakti BUMN, Erick Taufan, Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2024, Rengkuh Banyu Mahandaru, dan Wakil Ketua Umum Perhumas sekaligus CorporateCommunicationOfficer Kompas Gramedia, Glory Oyong.
Di lingkup organisasi, salah satu cara paling penting untuk menciptakan dampak nyata kepada masyarakat dan berkelanjutan adalah dengan Corporate Social Responsibility alias CSR. Erick menjelaskan bahwa pada dasarnya CSR adalah tanggung jawab organisasi terhadap masyarakat atas efek dari keputusan dan kegiatan operasionalnya yang ditimbulkan olehnya, yang mana itu terwujud melalui kegiatan yang transparan dan beretika.
Hanya saja, Erick menekankan bahwa CSR tidak hanya terbatas pada pemberian bantuan secara fisik atau bakti sosial seperti yang kerap disalahpahami. Menurutnya, CSR sesungguhnya lebih dari itu. Bagi organisasi yang berbentuk perusahaan misalnya, CSR pada hakikatnya adalah adalah tentang bagaimana kegiatan bisnis itu sendiri harus pula dilakukan secara bertanggung jawab.
“Dalam Corporate Social Responsibility, social-nya itu adalah society, bukan sosial dalam Bahasa Indonesia. Seringkali kita mengartikan social dalam bahasa kita sendiri seolah-olah itu adalah bakti sosial, (padahal) bukan.” ujar Erick.
Untuk mewujudkan CSR yang lebih dari sebatas bakti sosial dan benar-benar menghasilkan dampak yang berkelanjutan, praktisi CSR harus menguasai skill di berbagai aspek. Erick menyebut bahwa setidaknya terdapat tujuh aspek yang harus dikuasai, yakni top management commitment, intellectual capacity and skillset, system and procedure, partnership, dan digitalization.
Sebagai Ketua Relawan Bakti BUMN Erick juga membagikan pengalamannya saat mengeksekusi program CSR-nya sejak 2022. Guna menghasilkan dampak yang berkelanjutan, ia menerapkan berbagai strategi, mulai dari implementasi budaya perusahaan berlabel AKHLAK secara luas, transformasi CSR di grup BUMN, dan tak ketinggalan peningkatan kompetensi pegawai. Untuk itu, sejumlah hal pun dilakukan secara cermat, mulai dari memastikan komitmen pimpinan, merancang program, hingga evaluasi dan publikasi kegiatan.
Hasilnya, Bakti BUMN mampu menjalankan 6 program di 49 lokasi dengan melibatkan 505 relawan dari pegawai Kementerian BUMN dan BUMN Group. Menariknya, Erick dan jajarannya ternyata dengan sengaja tidak melibatkan semua pegawai dan hanya mengajak sebagian kecilnya untuk berpartisipasi.
“Karena eksklusifitasnya harus dijaga supaya orang tidak hanya punya rasa ‘saya bangga jadi bagian dari program ini’, tetapi harus jadi pionir di tempatnya masing-masing untuk meneruskan semangat dari programnya.” lanjut Erick.
Kendati demikian, Erick tetap melihat bahwa kolaborasi jadi hal yang mutlak dibutuhkan. Bagi korporasi, penting untuk bermitra dengan pihak lain seperti organisasi nonpemerintah maupun komunitas. Bahkan,tak dilarang pula apabila korporasi atau pelaksana program CSR sendiri yang membentuk komunitas. Erick telah membuktikannya sendiri saat BUMN menjalankan program beasiswa yang disertai pembentukan komunitas penerimanya.
“Bahkan programnya komunitas ini awalnya berjalan tanpa dukungan dana BUMN. Dan kita membuktikan bahwa sebagai komunitas, kami bisa berjalan sendiri tanpa pendanaan dari korporasi.” tutur Erick lagi.
Tak hanya program CSR, aktivitas bisnis itu sendiri sebetulnya juga bisa memberi dampak sosial. Inilah yang dialami Rengkuh Banyu Mahandaru bersama Plepah, produk industri kreatif berupa kemasan makanan yang ramah lingkungan. Dalam menjalankan bisnisnya, Plepah turut berperan aktif bersama masyarakat dalam merespons isu lingkungan.
Selaku inisiator Plepah, Rengkuh adalah salah satu sosok yang berperan penting dalam aktivitas bisnis perusahaan rintisan satu ini. Pria penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2024 itu menguraikan bagaimana ia dan timnya berusaha membaca persoalan yang ada di masyarakat dan mencari solusinya dengan kerangka design thinking.
“Kami tidak berbicara para produk, tetapi mempelajari lebih jauh bagaimana permasalahan itu muncul, dari sektor sosialnya, perekonomiannya, dan juga sektor pendukung lainnya.“ kata Rengkuh,
Di Jakarta, Rengkuh dan tim melihat bahwa masalah yang dihadapi masyarakat adalah sampah plastik, khususnya bekas wadah makanan. Berangkat dari sana, langkah-langkah solutif pun dicari sebagai jalan keluarnya,
“Dari situ kita mulai “menabung” masalah, bagaimana kita bisa membangun pendekatan-pendekatan atas permasalahan ini menjadi solusi,” tuturnya.
Senada dengan Erick, Rengkuh juga menekankan pentingnya kolaborasi. Meski awalnya tidak mudah karena Plepah membawa cara kerja dan teknologi baru, masyarakat akhirnya bersedia berkolaborasi dan mengadopsi cara kerja yang lebih canggih dan profesional.
Hasilnya, jadilah Plepah hadir sebagai produk packaging yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Plepah juga memberi dampak sosial dalam berbagai bentuk, mulai dari penyediaan lapangan kerja hingga menciptakan nilai tambah dari limbah.
Baik itu CSR maupun aktivitas bisnis perusahaan, semuanya kurang lengkap apabila kurang digaungkan lewat publikasi yang tepat sasaran. Maka dari itu, dibutuhkan pula metode komunikasi yang efektif agar pesan-pesan mengenai segala program berdampak sosial berkelanjutan bisa dikenal dan menginspirasi.
Lantas, bagaimana agar komunikasi bisa berjalan efektif dan pesan-pesannya diterima dengan baik? Jawabannya ada dalam rekomendasi strategis dari Konvensi Humas Indonesia 2024 yang dipaparkan Glory Oyong. Dalam paparan tersebut, Glory menekankan tentang pentingnya narasi dan penggunaan storytelling untuk membangun persepsi yang kuat.
“Dengan menceritakannya lewat latarnya dan emosinya, kita lebih dapat nuansanya. Di situlah peran dan kekuatan storytelling.” ujar Glory.
Saat menjalankan program CSR, pelaksana akan menjalin relasi dengan pihak atau lingkungan di luar mereka, dalam hal ini yakni penerima manfaat. Oleh karena itu , membuka dialog dan meminta umpan balik juga perlu.
“Ketika melakukannya ke lingkungan yg lain, perlu ada feedback, apakah itu yang dibutuhkan oleh lingkungan di mana kita akan melakukan program. Perlu ada dialog terbuka dan transparan.” lanjut Glory
Selain rekomendasi strategis dari Konvensi Humas Indonesia 2024, hal yang tak kalah penting adalah memastikan agar dialog selalu terbangun dengan melibatkan komunitas, penggunaan bahasa dan platform yang tepat. Terakhir, jangan lupa untuk melakukan monitoring dan umpan balik secara berkala.
GoodTalk Off-air edisi ini bisa dibilang spesial. Tak hanya mendapatkan materi berkualitas dan terlibat dalam sharing dengan para narasumber, peserta juga berkesempatan untuk merasakan keseruan bermain golf di lokasi acara. Topgolf Jakarta adalah sports entertainment venue yang memiliki fasilitas driving range dengan 102 hitting bays yang dilengkapi dengan berbagai macam permainan yang bisa dinikmati siapapun. Tak hanya itu, tempat hiburan yang terletak di Jl. RS. Fatmawati Raya itu juga memiliki berbagai fasilitas lain mulai dari VIP dan VVIP area, hingga 3 restoran, serta 4 bar.